Pilih Kuliah, Kerja, atau Menikah

Alhamdulillah bisa kembali lagi kemari setelah cukup lama tidak menulis. Benar-benar, semakin hari semakin tidak produktif. Dan kali ini saya akan membahas tentang Pilih Kuliah, Kerja, atau Menikah.

Disini siapa yang sudah kuliah? Semester berapa? Yang sudah bekerja, bagaimana dengan pekerjaannya? Yang sudah menikah, sudah punya anak berapa? 

Coba kita kembali ke masa lalu, masa lalunya jangan masa lalu yang jahiliyah ya atau masa lalu yang bikin baper. Maksud saya kembali ke masa lalu itu adalah masa lalu ketika hari-hari setelah lulus SMA/SMK.

Beberapa orang mungkin ada yang sudah memutuskan bahkan sudah mantap untuk memilih jalan mana yang akan ditapaki setelah lulus, kuliah, bekerja, ataupun menikah. 

Tapi adapun sebagian orang yang masih bingung, antara belum kepikiran dan nggak kepikiran.

Pada akhirnya keputusan yang diiringi dengan kemantapan ataupun kebingungan itu membawa kita sampai pada detik ini, hayooo detik ini sedang dimana? 

Sedang duduk mendengarkan penjelasan dosen, kah? Atau sedang meeting bersama teman-teman departemen? Atau juga sedang menunggu suaminya pulang bekerja?

Apapun yang sudah diambil, mudah-mudahan tiada lagi yang tersisa selain rasa syukur karena telah memilih jalan itu. Dan selalu mampu menghadapi resikonya dengan bijak sampai tiada jalan untuk masuknya rasa penyesalan.

Ketika saya menulis ini, saya sudah  lulus dua tahun yang lalu dari Sekolah Menengah Kejuruan saya dengan kompetensi keahlian keuangan, ya akuntansi. 

Sebelumnya saya termasuk ke dalam orang-orang yang gemar menyusun rencana, bahkan sama seperti teman-teman saya yang lain, hari-hari pertama menjadi siswa tertua di SMK, kami sudah mengangkat tema apa yang akan dilakukan setelah lulus. 

Pun dengan guru-guru, mereka bukan hanya sekadar mengajar materi, tetapi juga memberikan gambaran dan impian kepada kami apa yang bisa dan apa yang akan kami dapatkan di suatu hari nanti jika kami memilih ini, memilih itu ataupun tidak memilih sama sekali.

Seringnya yang mereka berikan itu pilihan, pilihan untuk kuliah, bekerja, atau menikah.

Dan pada saat itu yang menjadi pilihank saya adalah kuliah. Semenjak saya menjadi siswa akuntansi, saya memiliki rencana untuk kuliah di STAN setelah lulus nanti, dengan bangga saya akan berjalan ke sana dengan keahlian akuntansi saya yang masih biasa-biasa saja waktu itu – sekarang pun masih sama sih sebenarnya. 

Saya merencanakan itu tanpa memikirkan biaya, waktu, keluarga, lingkungan dan sebagainya. Yang saya pikirkan dalam rencana saya adalah saya bisa kuliah di STAN. 

Namun ternyata belum sampai rencana itu kepada kenyataan ataupun masuk ke langkah persiapan, Mama sudah memberikan lampu merah.

STAN itu berada di Jakarta, sama siapa disana? Biayanya pasti mahal! Nanti jauh dari Mama, kalau ada apa-apa gimana? Ya begitulah. 

Dan pada saat itu saya cukup mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Mama, semakin hari pembicaraan pun semakin mengantarkan saya menuju ke pemikiran: ah masih lama ini waktunya disimpan dulu saja kemauannya.

STAN? Benarkah saya bisa sampai ke sana? Seleksinya saja pasti susah banget, sok pintar banget mau sekolah ke sana memangnya kamu ini siapa? Kemauan buat sekolah di STAN itu kemauan saya atau hanya ingin seperti teman-teman yang lain, terinspirasi dari teman-teman yang selalu membicarakan kampus impian, STAN?

Semakin dipikirkan akhirnya saya bisa membuat kesimpulan, benar keinginan saya untuk berkuliah di STAN itu bukan semata-mata karena sungguh dari hati melainkan terlena karena sering mendengarkan cerita dari orang lain, dan lagi pula Jakarta itu bukan tempat yang dekat dengan rumah – manja.

Kemauan saya untuk berkuliah tak cukup sampai disana, masih ada satu kampus lagi, menurut saya itu tidak akan terlalu membuat Mama khawatir karena tempatnya pun lebih dekat, kampus UNPAD.

Hanya bertempat di Bandung, orang tua pasti tidak akan terlalu memberikan komentar, pikir saya begitu awalnya. Namun ternyata saya masih belum juga mendapat restu, Mama benar-benar tidak mengizinkan saya untuk bersekolah di luar kota. Sampai akhirnya, kemauan yang juga sudah menjadi rencana untuk berkuliah di luar kota itu tidak ada.

Dan pada masa itu saya masih sibuk mencari kampus-kampus yang lain, teman yang menawarkan untuk mengikuti pendaftaran bekerja pun masih belum saya terim.

Masuk kepada bulan-bulan SNMPTN, siswa-siswi se-Indonesia berbondong-bondong untuk berhijrah kesana-kemari, berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan kampus impiannya. Sedangkan saya?

Saya hanya diam ketika orang-orang sibuk meraih. Pada akhirnya dalam hati saya memilih untuk bekerja saja. Bekerja dimana dan bagaimana itu adalah urusan nanti.

Mengingat saya tidak pernah memilih untuk menjadi seorang pekerja, menjadi seorang buruh benar-benar tidak ada dalam rencana saya walaupun menganggur yang saya inginkan adalah saya bisa menjadi seseorang yang berkarya bukan bekerja.

Sampai pada masa akhir-akhir di SMK, orang tua memberikan uang dan menyuruh saya untuk mendaftar kuliah. 

Setelah sekian lama saya menyimpan keinginan itu dan saya harus kuliah sekarang?

Kakak memang sudah mulai kuliah tahun kemarin setelah lulus dari SMK beberapa tahun yang lalu. Dan ternyata keputusan orang tua adalah mengizinkan saya untuk berkuliah di kampus Kakak juga, di kampus merah biru, memilih ilmu ekonomi bisnis dengan program keahlian yang masih sama, akuntansi. Karena saya pikir melanjutkan jurusan mungkin akan lebih baik.

Pilihan saya untuk berkuliah masih tercapai. Alhamdulillah sekarang sedang libur semester menuju semester tiga. Dua kampus yang masuk ke rencana saya sebelumnya mudah-mudahan kelak saya masih diizinkan oleh Allah untuk datang ke sana, bukan sebagai mahasiswa di sana, apalagi alumninya tetapi menjadi pengisi acara di seminar yang diadakan di sana.

Teman-teman yang memilih untuk kuliah, tetap semangat, jangan sampai goyah karena hal yang sepele, tetapi dipikirkan juga seperti cerita di atas, restu orangtua adalah yang terpenting, saya baru menyadarinya sekarang, saya tidak akan bisa senyaman ini berkumpul dengan keluarga kalau saya memilih untuk mengikuti keinginan sendiri tanpa restu itu.

Begitu juga dengan keuangan, lebih memperhatikan lagi Papa dan Mama, kalau mereka memang menunjukkan kesiapan untuk menguliahkan alhamdulillah, silahkan.

Tetapi kalau Papa dan Mama tidak bisa, jangan sampai merepotkan mereka. Tapi orang itu beda-beda ya, ada yang bisa pergi aja, kuliah di sana, hidup di sana tanpa restu namun bisa sukses. Jalan hidup setiap orang kan beda-beda juga.

Dan buat-buat teman-teman yang memilih bekerja. Mungkin sekarang sudah tidak asing lagi ya memegang uang kurang lebih tiga juta dalam sebulan yang mungkin kalau anak kuliahan nggak bisa dapat uang sebanyak itu, hehehe. Alhamdulillah, selain rezeki untuk mendapatkan pekerjaannya juga mudah, gaji yang didapat pun selalu lancar. 

Dan setiap keputusan yang dipilih pasti memberikan resikonya masing-masing, resikonya bisa ada di lingkungan pekerjaan, di diri kita sendiri, ataupun di yang lain. 

Karena lingkungan pekerjaan itu identik dengan para orang tua, jadi memang kita agak dituntut untuk bisa memahami mereka, karena lingkungan pekerjaan tidak lagi melihat kita anak muda yang baru lulus dan tak punya pengalaman, yang mereka bicarakan kali ini tentang pekerjaan yang harus mereka sukseskan dan sesuai target, mungkin untuk siswa lulusan SMK bisa agak santai dalam hal ini, karena sebelumnya sudah menghadapi kerja praktek industri selama tiga bulan di perusahaan-perusahaan yang tersebar di wilayah kota, tapi bukan berarti yang SMA juga nggak tenang dalam hal ini, bisa jadi siswa SMA yang lebih percaya diri walaupun sebenarnya yang saya lihat selama ini siswa SMA biasanya lebih banyak yang memilih untuk kuliah lagi, hanya sedikit yang memutuskan untuk memilih bekerja.

Teman-teman yang sudah memilih untuk menjadi pekerja, teman-teman tidak salah memilih kok. Pun dengan teman-teman yang akan memilih untuk bekerja, apapun motivasinya mudah-mudahan itu adalah motivasi terbaik dari semua motivasi, membantu ekonomi keluarga misalnya, untuk melanjutkan sekolah, atau memang untuk mewujudkan keinginan yang sudah direncanakan untuk bekerja di tempat ini, di tempat itu, ataupun di tempat mana saja. 

Untuk para lelaki mungkin ada yang punya motivasi lain, seperti untuk mempersiapkan pernikahan, dan untuk perempuan mungkin untuk memenuhi kebutuhan tambahan yang tidak bisa meminta kepada Papa ataupun Mama, untuk perawatan diri misalnya

Nah yang terakhir nih, kepada teman-teman yang memilih untuk menikah. Itu pilihan ketiga yang juga sama bagusnya. Menikah? Tidak ada yang salah dengan menikah, bahkan lebih banyak baiknya.

Menikah di usia muda itu kan mendatangkan banyak rezeki dan Insya Allah pahala juga banyak yang nambahnya. Meskipun pada saat proses mendapatkan pendamping hidup ini harus juga dilihat baik dan tidaknya, seperti quote-quote yang sekarang sedang banyak dishare, menikah itu ibadah yang paling lama jadi ya usahakan dalam mencari pendamping hidup itu ya seseorang yang bisa bertahan diajak ibadah selama-lamanya.

Meskipun jodoh itu sudah diatur oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tetapi dalam proses mendapatkannya kita masih boleh ikut campur di sana, proses dalam mencarinya adalah pilihan untuk kita. Meskipun perkara jodohnya memang sudah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Duh jadi sampai kesini deh pembahasannya, ini kita bahas di materi yang lain deh ya.

Nah jadi buat teman-teman yang memilih untuk menikah, bukan berarti teman-teman juga tidak bisa kuliah dan bekerja. Kuliah itu kan mencari ilmu, sedangkan mencari ilmu itu wajib bukan hukumnya? 

Jadi Insya Allah itu juga termasuk alasan yang syar’i. Pun untuk bekerja, sepemahaman saya bekerja untuk perempuan itu hukumnya mubah atau boleh, dan itu bisa kalau memang suaminya mengizinkan. 

Dan dilihat lagi urusan-urusan yang lainnya, apalagi kalau memang suaminya bekerja, kenapa kita sebagai perempuan tidak di rumah saja sih? Menyambutnya ketika pulang, mengantarkannya sampai ke depan pintu setiap pagi, Insya Allah itu akan menjadi tabungan pahala untuk kita sebagai isteri yang selalu menyenangkan suami. 

Kalaupun alasannya gaji suami tidak cukup, mungkin bukan berarti kita yang harus ikut bekerja, tetapi kita yang harus lebih banyak bersyukur, pun merasa cukup dengan apa yang sudah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan.

Bahasannya kesana lagi – kesana lagi kan. Jadi kesimpulannya ketiga pilihan itu akan memberikan dampak baik kepada kita kalau kita mampu dengan baik memilihnya. Mampu dengan baik memilihnya disini bukan berarti kita memang harus selalu mengusahakan kehendak kita, tetapi dilihat juga pertimbangan daripada orang-orang disekeliling kita yang menyayangi kita, Papa dan Mama misalnya. 

Karena restu dari mereka dalam setiap keputusan yang kita pilih bukankah akan selalu memberikan rasa nyaman dan keberkahan untuk hidup kita? Pastinya.


Previous
Next Post »
0 Komentar