Loh Kok Ganti Alamat Blog Lagi?



Assalamualaykum teman-teman. Setelah beberapa waktu lalu mengunggah tulisan menghidupkan blog, pada kenyataannya hanya berlaku beberapa hari saja ya waktu itu. Mohon dimaafkan atas ucapan yang tak sesuainya itu ya.

Jadi begini, akhir-akhir ini saya merasa ingin bersih-bersih. Loh kok bersih-bersih? Apa yang dibersihkan? Sebenarnya lebih ke ingin merapikan. Setelah sebelumnya sudah merapikan tampilan instagram dan wattpad, sekarang saya merasa ingin merapikan blog.

Di instagram saya merapikan tampilan bio. Saya merasa bio saya yang cukup panjang perlu dipensiunkan, baru muncul saja perasaan duh kok itu bio alay sekali kata-katanya ya. Bio alay yang saya maksud ialah:

"Hanya Penikmat Eskrim & Penyuka Tumbuhan Lumut Darat Yang Belum Sempurna Hijrahnya"

Saya serahkan pula kepada teman-teman, mungkin ada yang bertanya jadinya: alay darimananya? Atau mungkin ada juga yang mengiyakan dan segala macam yang pasti pada akhirnya, minggu ini adalah keberapa minggunya saya sudah menampilkan bio yang baru.

Perubahan bio di atas pun tak hanya dilakukan di instagram melainkan di twitter, wattpad, dan facebook pula.

Berikutnya adalah acara rapi-rapi saya di wattpad. Sebelumnya sudah disampaikan, di wattpad bio ya yang saya ubah. Tetapi tak hanya itu, melainkan judul cerita dan sampul cerita pun ada yang sampai saya ubah, kalau tak melihat jumlah pembaca mungkin sudah saya hapus cerita-cerita itu lalu menggantinya dengan cerita-cerita yang baru.

Judul yang setelah saya cari di google ternyata ada beberapa kemiripan, akhirnya saya buatkan judul baru. Begitu pula dengan sampul, sampul yang dahulu kala saya buat begitu ramai dan benar-benar bukan disein yang saya sukai sebelumnya pun. Akhirnya saya ubah dan tak lupa menerbitkan cerita baru berjudul "Lok Kok Ganti Judul" karena dikhawatirkan pembaca akan bertanya-tanya dan segala macam.

Dan tak menyangka juga perubahan itu akan merambah ke blog pada malam ini. Dan sebelumnya pun sudah saya rasakan bahwa terkait tulisan-tulisan yang saya kirim disini tak sesuai lagi dengan alamat blog saya. Karena tak hanya cerita hijrah yang saya kirim kesini, teman-teman bisa lihat sendiri.

Pada akhirnya diubahlah alamat blog ini menjadi nuraenieaswari.blogspot.co.id meski sebelumnya pernah juga menggunakan alamat blog lain seperti nuraee.blogspot.com yang di dalamnya tidak ada tulisan yang dihapus. Hanya alamat saja yang daya rapikan, karena cerita-cerita lama saya bisa menjadi sesuatu untuk dikenang nantinya. Menurut saya begitu.

Dan dikuatkan lagi dengan peristiwa yang menimpa teman saya, rissep.com. Tadinya beliau merasa ingin merapikan blog saja ternyata sampai ke isinya dan sekarang ada rasa menyesal yang menghampiri beliau ditambah teman-teman blog beliau yang sama-sama tak setuju dengan pengambilan-keputusannya itu.

Jadi biar saja tulisan-tulisan lama saya tetap di tempatnya. Meski ketika dibaca ulang tak berhenti memaki diri sendiri, duh ini alay banget nih kalimatnya. Duh ini pasti pas nulis pas lagi kesel-keselnya. Apalagi ini kayaknya lagi meningkat-meningkatnya tuh naluri nau. Dan segala macam.

Lagipula sekadar informasi tambahan saya adalah orang yang tak mudah membuang sesuatu. Bungkus kiriman paket buku atau belanja online saja yang begitu rapi saya simpan di kamar sampai Mama membuangnya, kesal sebentar nanti lupa saja. Sampai sebegitunya.

Itu saja yang akan disampaikan pada malam ini. Sepertinya masih ada jika dipikirkan dan dikembangkan lagi, sayangnya saya sudah tidak sabar ingin segera mengunggah tulisan ini. Peluk hangat.

Di Persimpangan Jalan Dakwah

Di Persimpangan Jalan Dakwah
Kali pertama mengenal Islam secara menyeluruh yakni Islam bukan hanya sebatas pengetahuan namun juga harus dipahami dimulai dari jawaban yang benar atas Islam yang dipilih bukan karena keturunan melainkan telah dipuaskannya akal karenanya sampai memahami bagaimana perempuan muslim seharusnya berpakaian dan wajibnya tiap-tiap muslim mendakwahkan Islam.

Merasa bangga diri sekali ketika bisa menjadi bagian dari orang-orang shalih sampai akhirnya bertanya pada diri sendiri, sampai kapan saya harus melakukan ini? 

Orang lain seperti tidak memiliki beban apa-apa sementara diri masih memikirkan retorika untuk berdakwah, menentukan waktu untuk mengkaji, beberapa acara penting untuk dihadiri dan lain sebagainya.

Ya peristiwa di atas disebut dengan peristiwa futur: dimana kondisi keimanan seseorang sedang menurun-menurunnya. Dimana pertanyaan-pertanyaan kotor tak semestinya ditanyakan kepada diri atas rutinitas yang biasa dilakukan.

Sedangkan syaitan melakukan kinerja yang begitu baik atas tugasnya dan manusia selalunya jatuh ke dalam perangkapnya.

Setiap muslim adalah pengemban dakwah. Dan di persimpangan ini hanya ada dua pilihan untuknya: memilih terus maju dengan cara melawan hawa nafsunya sendiri atau memilih untuk berbalik arah, melepas tiket surga yang Insya Allah telah digenggamnya.

Pilihan kedua pun diambil. Sayangnya, orang-orang shalih akan mengambil hatinya kembali. Berkata padanya bahwa sewaktu-waktu dakwah memang akan merebut waktunya bersama orang-orang tersayang, memeras tenaganya ketika sedang lelah-lelahnya, dan meminta hartanya ketika dompet sedang kosong-kosongnya.

Pada akhir kata yang terucap tiada yang lain yang dapat terucap melainkan raga yang ingin memeluk erat. Lalu bersama dalam dekapan ukhuwah sampai akhir hayat.

Mengatur Pemakaian Kuota Internet

Mengatur Pemakaian Kuota Internet
Anggaran kuota setelah resign memang tak sebesar biasanya. Dalam satu bulan pembelian kuota bisa dua kali, dan berhubung gawai saya belum mendukung 4G maka untuk pemilihan kuota ini pun diperlukan. Dan selama ini saya sudah setia dengan si dia yang 7GB untuk semua jaringan.

Sayangnya untuk pembelian kuota yang disetia-setiain itu butuh nilai nominal uang yang kalau tidak ada pemasukan dari upah kerja, saya merasa tidak sanggup untuk memenuhinya. Maka dari itu saya mencari alternatif lain yang tetap bisa efisien.

Sebenarnya kalau tidak ada project jurnal ini bisa saja saya memakai paket kuota khusus chatting yang hanya menghabiskan 5K/bulan, bahkan sebelum punya gawai pintar hehehhe atau smartphone saya bisa beberapa hari pun nggak pegang gawai. Mau nggak diisi pulsa pun saya merasa nggak masalah sama sekali. Dan jarang banget harus isi baterainya. 

Beberapa hal mempengaruhi itu sih, karena waktu Sekolah Menengah saya cukup aktif dalam berorganisasi maka tiap waktu saya harus mengoperasikan gawai, kalau tidak ya saya bisa kehilangan informasi atau saya sendiri yang melakukan miscommutication buat teman-teman organisasi saya, dan hal itu cukup menjadikan apa ya namanya, mungkin kalau saya sebutkan tanda-tanda yang saya rasakan bisa tahu apa yang saya alami ini: saya paling nggak mau ditelpon, seneng aja nulis sms gitu seberapapun panjangnya, denger nada dering panggilan masuk saja saya beneran nggak mau, entah takut atau apa pokoknya bercampur aduk, dan satu lagi, tulisan itu bisa dihapus dan dipikir-pikir dulu sedangkan kalau langsung bicara gitu gugup saya dan ucapan itu nggak bisa discreen yaa, mentok-mentok ya direkam tapi lebih ribet kalau tiap kali ada yang telpon harus direkam begitu.

Dan sampai sekarang pun saya merasakan hal itu, lagu atau nada dering yang digunakan untuk notif panggilan, saya bisa langsung nggak suka nada itu. Coba tolong yang tahu nama apa yang pas untuk peristiwa yang saya alami itu.

Nah mengenai paket chatting yang hanya lima ribu per bulan ini, murah sekali sih, sayangnya paket ini tak bisa sampai mengoperasikan instagram. Tentulah hal ini menghambat project menulis saya tahun ini.

Maka beberapa hari kemarin pun saya melakukan isi ulang pulsa lalu mempaketkannya sendiri, lagi-lagi ada sayangnya, kuota yang cukup besar ini hanya berlaku sampai tiga hari. 

Jadi tiap hari ketiga saya akan berusaha untuk menghabiskan sisa kuota karena kalau tidak dipakai ya sayang. 

Dan lucunya, jadi biasanya untuk menghabiskan kuota ini saya akan banyak mengoperasikan youtube, mengunduh video seringnya saya, gawai saya yang memori internalnya kecil membuat saya ketika mengunduh video itu, satu video sudah selesai terunduh maka harus segera dipindahkan ke laptop karena kalau tidak begitu ya video tidak akan bisa tersimpan bahkan dipastikan gagal.

Jadi terbayang kan saya sedang kirim-kiriman pesan ke teman saya, teman saya balas dan saya lama sekali balas ya dikarenakan itu. 

Biasanya saya menyampaikan apa yang sedang saya lakukan, yakni menghabiskan kuota internet itu dan jawaban mereka semua sama, menganggap saya orang yang cukup hambur pada kuota padahal se-diobral-obralnya kuota, harganya tetap mahal juga. Namun saking seringnya hal ini membuat saya mendapatkan kata-kata itu dari teman saya. "Gaya" salah satu partisipasi katanya.

Tetapi kemarin sore saya menemukan paket baru di counter pulsa, memang lebih kecil kuotanya namun penggunaannya bisa sampai satu bulan. Saya ambil alternatif itu dan yang harus saya lakukan sekarang adalah meminimalisir penggunaan kuota internet saya untuk instagram, youtube dan pinterest. Padahal ketiga aplikasi itu adalah aplikasi yang paling saya suka.

Jika dirasa tak ada notif yang penting-penting amat. Ya saya pun akan berpikir dua kali untuk membuka ketiga aplikasi tersebut yang benar-benar menguras kuota internet saya. Ternyata bukan hal mudah walau sekadar mengurangi pemakaian kuota. Itu yang saya rasakan setelah mengambil alternatif ini. Pengobat untuk hati saya begini ya mungkin ini balas dendam dari yang kemarin.

Kalau kemarin-kemarin saya benar-benar boros pada kuota yang lima hari pun saya bisa menghabiskan 7GB, dan kata teman-teman itu benar banget. Saya cukup sering melihat bagaimana orang-orang di sekitar saya cukup enggan dan was-was ketika aplikasi youtubenya tak sengaja kena sentuh jempolnya.

Mereka menyadari betul kalau youtube itu pencuri kuota tercepat. Waktu itu saya belum menyadari ini mungkin karena perasaan besar hati saya bisa dengan mudah membeli kartu kuota baru, waktu kerja saya 7-10 jam dan di waktu yang cukup lama itu saya terbilang keseringan lupanya tak mematikan data seluler padahal rekan saya bilang kalau notif sekali masuk saja itu sudah memakai kuota, sayang kuota terbuang sia-sia padahal kalau dimatikan dulu bisa berhemat sedikit.

Dan saya sudah menyadari itu sekarang. Namun seperti dikatakan di paragraf sebelumnya, menghemat kuota internet itu susah sekali untuk saya. Apalagi saya punya beberapa channel youtube yang jika ada video baru pemberitahuannya pasti muncul, hal itu membuat tangan saya gatal ingin segera mengunjungi channel youtube kesukaan saya itu.

Jadi untuk mengunduh video-video dari channel youtube kesukaan saya itu, saya akan menyempatkan waktu untuk pergi ke wifi corner dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya disana untuk mengunduh video sebanyak-banyaknya dengan membuat daftar video apa saja yang akan diunduh sebelumnya di kertas.

Itu pengaturan yang cukup bagus menurut saya dan melatih diri saya juga sebenarnya untuk lebih teratur dalam beberapa hal yang biasanya saya merasa sangat malas untuk itu. Dan tentang kuota internet ini, saya mau buat pesan yang ini berasal dari pengalaman saya ya.

Jika kita bisa menggunakan kuota internet seenaknya, coba lihat mereka yang mengejar waktu di warung internet demi terpenuhinya tugas dari guru.

Jika kita bisa membeli kartu kuota baru atau mengisi-ulang kuota internet dengan mudah, coba lihat mereka yang mati-matian demi mendapatkan kuota internet.

Jika kita bisa menggunakan kuota internet untuk memenuhi tindakan negatif kita, coba lihat mereka yang berusaha mendapatkan kuota hanya untuk menyampaikan risalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam.

Salam hangat, tetap gunakan kuota internet untuk hal-hal yang bermanfaat saja ya. Untuk meringankan hisab kita di yaumil akhir nanti.

Lima Hari Menulis Novel


Sebelum saya menceritakan suka-duka saya kemarin ketika berpartisipasi dalam lomba menulis novel yang diadakan oleh bakbuk.id akan saya sampaikan dulu bahwa biasanya standar umum halaman untuk novel dari penerbit adalah 100-150 lembar bahkan ada juga yang membatasi lebih dari itu mengingat novel-novel luar negeri yang sangat tebal.

Nah, sedangkan jumlah halaman yang disyaratkan oleh bakbuk.id ini adalah 60-120 halaman saja, tidak diperbolehkan untuk kurang ataupun lebih. Sehingga bisa diselesaikan dalam waktu minimal meski sebenarnya menulis enam puluh lembar dalam waktu lima hari itu berat sekali.

Setelah di tulisan sebelumnya saya menyampaikan bahwa di akhir Februari kemarin, saya resmi mengundurkan diri dari tempat saya bekerja. Qadarullah, ketika itu saya menyusuri satu per satu dokumen gambar di galeri gawai, folder regrann yang berisi gambar-gambar yang sebelumnya sudah saya ambil dari instagram menunjukkan poster lomba yang sebenarnya saya pun lupa kapan saya menyimpannya.

Kesibukan bekerja dan kuliah membuat saya tak pernah mengikuti lomba menulis lagi. Namun ketika ada poster-poster lomba biasanya saya akan menyimpannya barangkali ternyata saya punya waktu untuk mengikutinya. Sayangnya ya begitu, saya akan melihat poster itu ketika deadline sudah berakhir dari kapan hari.

Padahal sebelum saya memiliki dua rutinitas itu, tak pernah saya lewatkan lomba-lomba menulis yang hampir tiap minggunya pasti ada deadline. Perlombaan yang akan mendapati batas akhir cukup lama, sudah saya catat dan saya rencanakan juga cerita apa yang akan saya buat. Sungguh, dengan sebegitu banyaknya pengorbanan yang sudah dilakukan (menurut saya) tidak pernah sekalipun saya memenangkan lomba, paling bagus ya sampai masuk ke jajaran penulis terpilih.

Bagi teman-teman yang seusia saya atau beberapa tahun di bawah saya atau seatas saya juga lah beberapa tahun pasti pernah melewati masa dimana penerbitan indi menjamur sekali di media sosial, khususnya facebook. Dan biasanya naskah cerita pendek yang perlukan banyak sekali untuk mencetak sampai beberapa buku dengan tema yang sama, dan mungkin itu alasannya mengapa naskah saya bisa menjadi naskah terpilih.

Mari kita lanjutkan. Saya sudah resign dan rutinitas saya ke kampus setiap pagi, nyambil jualan mie instan (instagram: @indomieapapwk) yang sesuka hati saya kapan mau jualannya, yang pasti ketika ada yang pesan langsung saya buatkan. Waktu saya yang cukup banyak luangnya akhirnya membuat saya semakin melakukan hal-hal kurang penting dan cukup diulang-ulang, buktinya saya menemukan poster lomba yang sudah saya simpan jauh-jauh hari.

Sayangnya saya menemukan poster itu lima hari sebelum batas akhir pengumpulan naskah. Temanya tentang cinta, dan saya merasa saya tidak mau menulis cerpen, saya maunya novel. Sedangkan saya belum ada persiapan sama sekali waktu itu.

Meski lagi-lagi sebenarnya saya sering mengebut untuk menulis, satu malam bahkan satu jam, sebagaimana dahulu ketika saya mendapati shift tiga, jam 11 malam saya baru posting jurnal365 di instagram untuk hari itu.

Lalu saya ingat waktu itu bersama rekan kerja saya yang biasa saya panggil teh Agnis bercerita tentang kehadiran beliau ke salah satu acara yang dimana sang pengisi acara menceritakan sebuah kisah. Ketika saya ingat kisah itu, saya langsung berpikir bahwa dari kisah itu ada yang bisa saya ambil untuk judul sekaligus isi novel yang akan saya buat.

Sempat waktu itu ingin menulis cerita itu di wattpad tetapi ya itu dia, tidak ada waktu tenang untuk menulis sampai akhirnya ide terbengkalai begitu saja. Saya pun kembali mengingat-ingat adegan apa yang pernah saya pikirkan untuk cerita ini bahkan saya tambahkan juga sehingga menjadi cerita di luar dugaan saya.

Semangat menulis selama dua hari membuat kelelahan di hari berikutnya. Mogoklah saya di hari ketiga, merasa ada waktu juga untuk berleha-leha, kan masih ada dua hari lagi. Padahal pada awalnya waktu lima hari itu akan saya pakai untuk menulis tiga sampai empat hari yang pokoknya di hari kelima cerita sudah selesai dan saya sudah siap mengedit lalu mengirim naskah.

Malangnya, saya baru menyadari kalau ternyata saya salah memaknai. Beberapa kali ikut lomba jika waktu yang tertera yakni tanggal tersebut lalu diikuti dengan jamnya maka pengumpulan itu di hari tersebut kan, nah lomba kali ini berbeda ternyata maksud dari tanggal tersebut dengan jam 00.00 itu maksudnya jikalau naskah diterima pada jam 00.01 ya sudah tidak bisa.

Itu artinya waktu saya menulis novel tinggal satu hari lagi, bukan dua hari, itupun dengan meniadakan satu hari khusus untuk mengedit. Parah itu kalau menurut saya, bayangkan saja hari itu saya pulang kuliah setelah dzuhur, menerima pesanan sampai sekitar pukul dua siang. Maka saya baru menulis di jam-jam itu, menulis dalam satuan waktu jam, dengan tumpukan ide yang belum dituangkan semua, mengingat jumlah halaman yang masih 28 lembar waktu itu. Sedangkan target yang saya ambil adalah 60 lembar dan itu sudah menjadi target minimal.

Kepala saya sudah pusing. Lagi-lagi saya meminta teman-teman untuk membayangkan, dari bab ke bab setiap permasalahan itu pastinya berbeda-beda dan saya harus secepat itu berganti suasana, belum lagi memikirkan ini cerita akan dibawa kemana. Waktu terpotong untuk shalat ashar, makan, minum, dan sampai magrib ternyata saya baru saja menulis sembilan lembar setelah dibuat pusing oleh cerita itu. Jadi 28 lembar ditambah 9 lembar, baru 37 halaman dari 60 halaman.

Jika dalam waktu empat jam saja saya hanya mampu menambah naskah sembilan lembar maka untuk mencapai 60 lembar kurang lebih saya butuh tiga kali empat jam lagi untuk bisa mencapai target halaman. Sedangkan jam 00.00 itu hanya tinggal setengah putaran lagi. Jika sebelumnya saya masih bisa berlambat-lambat untuk mengetik, maka di waktu yang tersisa itu saya berusaha untuk tidak banyak berpikir, ada ide langsung tulis - ada ide langsung tulis.

Waktu terus berjalan, jam sepuluh, saya bilang dalam hati bisa kok tinggal beberapa belas lembar lagi kalau tidak salah saat itu (padahal dari magrib saja sampai jam 10 itu baru menulis sejumlah itu).

Hingga jam setengah sebelas saya menyerah. Mama saya yang sudah tidur pun terbangun karena bapak yang baru pulang, melihat saya akhir-akhir ini tidur menjelang subuh dan tahu juga sebenarnya Mama kalau saya sedang ada deadline lomba malah sebelumnya Mama bilang kalau anaknya ini kembali lagi seperti itu, sibuk dengan deadline-deadline lomba.

Tinggal enam lembar waktu itu, tetapi saya bingung, kalimat apa lagi yang harus saya tulis dengan waktu yang tersisa itu. Sementara hati dan pikiran saya sudah menolak untuk melanjutkan. Saya bilang ke Mama kalau saya batal ikut lomba, kenapa bilang karena memang sebelumnya pun saya jarang keluar rumah ditambah mengejar deadline lomba ini saya sama sekali tak keluar rumah, tetangga dan saudara yang kebetulan rumahnya dekat menanyakan keberadaan saya yang Mama jawab sedang ada tugas menulis puluhan lembar, saya mendengar itu di dalam rumah.

Dan namanya orangtua pastinya mendukung-mendukung saja ya apa yang dimau anaknya. Bahkan Mama memberikan semangat, Mama masih ingat saja cerita kemenangan saya mengikuti lomba menulis essay untuk Tol Cikapali yang sampai ada pembagian hadiahnya segala di Cirebon juga ada uang pembinaannya padahal beberapa hari sebelum batas pengumpulan naskah untuk lomba itu saya bersedih hati sekali gagal ikut karantina karena lomba Sirung Sunda untuk Carita Pondok itu saya hanya mendapat posisi kedua tetapi namanya juga rezeki, Allah yang mengaturnya dan tiap-tiap hamba-Nya sudah dijamin untuk itu.

Mama pun kembali mengingatkan peristiwa itu yang kalau memang lomba ini bukan milik saya ya berarti memang bukan milik saya. Cukup lega juga mendapat jawaban dari Mama, saya menyiapkan makan malam untuk bapak yang baru pulang sambil menulis untuk jurnal yang akan diunggah sebelum malam berganti hari. Setelah itu mengedit gambar seperti biasanya sebagai pelengkap ketika mengunggah jurnal nanti.

Dan sedari sebelumnya pun sudah ada kekhawatiran, malam ini saya akan menghadapi dua deadline tulisan. Kalau sampai saya terlambat mengunggah jurnal maka project jurnal365 saya di tahun ini gagal.

Namun jika waktu untuk menulis novel dipotong lagi dengan harus menulis jurnal, hal itu semakin menjauhkan saya dari harapan saya bisa ikut berpartisipasi dalam lomba. Mengapa saya seperti mengutamakan berpartisipasi daripada hadiah, karena hadiah itu hanya akibat dari saya ikut berpartisipasi sedangkan jika sampai ikut berpartisipasi bahagianya ada di sanubari dibersamai dengan rasa bangga sudah mampu memenuhi tantangan kepada diri sendiri.

Saya pun mencari obat untuk menyembuhkan penyesalan di hati saya juga mencari pembenaran bahwa apa yang saya lakukan ini adalah benar dan keputusan ini adalah keputusan yang memang pas untuk saya ambil. Saya sudah memikirkan perkembangan naskah ini berikutnya, lalu sebelum menyerahkan ke penerbit yang saya suka, saya unggah terlebih dahulu di wattpad sebagai penggoda. Yakin saya kalau resolusi saya untuk menerbitkan buku akan tercapai.

Ketinggalan: Saya biasa kuliah pagi dan sore di hari Senin, Selasa dan Kamis untuk bisa mendapatkan hari libur di hari Rabu, Jumat, Sabtu, Minggu. Tetapi hari itu saya memutuskan untuk melewatkan dua mata kuliah yang seharusnya saya ambil untuk mengejar target ini meski langsung ditampar keras dengan deadline yang saya anggap sebagai deadline dadakan.

Materi jurnal hari itu tentunya ada kaitannya dengan suka-duka mengikuti lomba. Saya tag bakbuk.id juga admin yang sudah membantu saya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai lomba. Ternyata beliau merespon dan mengatakan bahwa batas akhir pengumpulan naskah diundur menjadi besok malam, saya senang sekali melihat tulisan itu di kolom komentar. Padahal sebelumnya pun saya sudah berharap kalau deadline akan dibatalkan melalui postingan atau cerita. Tapi yang saya lihat masih sama, cerita-cerita terbaru hanya tentang guyonannya, tetapi ketika sekarang saya lihat lagi, ternyata guyonan itu pengantar dari dibatalkannya deadline.

Harapan terasa mendekat kembali. Saya kembali menulis esok hari hingga halaman ke 65 sudah ditambah halaman untuk biodata narasi dan biodata resmi. Meski mendapat masalah ketika akan mengirim naskah, naskah saya terkirim sekitar pukul setengah lima sore, barulah saya bisa keluar rumah, bertemu dengan saudara dan tetangga saya setelah sejak kemarin tak keluar rumah.

Dan ketika saya membuka email esoknya ternyata naskah saya sudah mendapat balasan kemarin, sudah sampai dan akan dibaca.


Salam, terimakasih sudah membaca cerita yang sangat panjang ini. Suka dan duka memang berbeda namun terkadang mereka datang satu paket.

Menghidupkan Blog



Terakhir kali saya mengirim tulisan disini ketika saya masih menjadi mahasiswa dan pekerja. Dan tulisan kali ini adalah tulisan pertama saya ketika sudah menjadi mahasiswa saja.

Pengakreditasian kampus membuat jam kuliah lebih panjang waktunya, menyebabkan saya harus lebih menekankan pilihan mana yang akan saya prioritaskan. Sejauh ini saya merasa sudah cukup menjadikan pekerjaan saya sebagai prioritas, terbukti dengan ketidak-penuhan absen saya dari tiap semester pun saya akan mengambil pulang lebih cepat di perkuliahan karena harus mengejar datang tepat waktu ke tempat kerja.

Yang saya jadikan sebagai alasan disini tentunya bukan untuk saya pribadi saja, melainkan kedua orangtua saya, sedikit-banyaknya mereka menaruh harapan kepada saya yang harus saya wujudkan pula harapan itu. Mereka mendukung penuh saya mengambil kerja sebagaimana mereka pun bahagia bisa mengkuliahkan saya. Namun ternyata tanpa mereka ketahui ada beberapa hal yang sebenarnya patut untuk mereka kecewakan jikalau mereka tahu.

Penurunan hasil nilai semester pada awalnya membuat saya biasa-biasa saja, namun akhir semester kemarin membuat saya menelan air liur juga. Beberapa teman ada yang mampu untuk bekerja dan mempertahankan nilai bagus mereka, ada juga yang mengambil sikap biasa saja. Dan kemarin-kemarin saya menjadi orang kedua, namun semester berikutnya saya merasa tidak mampu lagi. Ditambah mata kuliah di semester empat ternyata yang merujuk ke jurusan saya semua, saya tidak bisa lagi membuat kalimat, "nggak papa deh matkul ini nggak masuk, cuma pengantar ini, bukan matkul yang merujuk ke jurusan saya,"

Tambahan cerita, saya mempunyai mata kuliah yang selama tujuh pertemuan saya absen. Padahal di pertemuan sebelum Ujian Tengah Semester pun hanya menghadiri perkuliahan selama empat hari, dosen yang saya ingin meminta pemakluman kepada beliau sungguh saya lagi-lagi tak punya waktu untuk menemuinya di jam kuliah. Beruntungnya dosen ini pun mengajar saya di mata kuliah saya yang lain, mengadulah saya di jam mata kuliah itu.

Yang saya tahu dosen ini begitu baik namun kebaikannya tak melunturkan ketegasannya. Apa yang sudah saya lakukan tentunya akan menyisakan resiko yang harus saya ambil, tidak ada pengampunan ketika memang absen hanya berjumlah sekian, karena memang perjanjian dosen dengan kelas pagi-sore ketika tidak masuk di kelas pagi ya di kelas sore. Sedangkan dosen itu hanya mengajar satu kelas di kelas sore dan tidak ada jam beliau di kelas pagi, hal itu yang mempersulit saya, alasan saya kenapa tidak mengambil dua dosen bukan karena tak biasa hanya saja dosen yang satunya ini berbeda cara pengajarannya, tiap pertemuan pasti ada tugas yang harus dikumpulkan, pernah sekali saya masuk dan saya hanya bisa celingak-celinguk, salah saya juga sebenarnya tidak bertanya kepada teman-teman tugas apa yang harus dikumpulkan dan sebagainya. Namun hal itu membuat saya kerepotan jika harus masuk ke kelasnya.

Lagi-lagi alasan itu membuat saya mendapat jawaban yang sama, "itu resiko,". Semua yang saya khawatirkan sudah disampaikan semua, takut mengulang intinya, artinya kan harus ada biaya dan waktu lagi.

Dosen yang menerima aduan saya pun terlihat mencari cara sampai akhirnya beliau bertanya hasil UTS saya, saya bilang kalau saya belum dapat karena memang kan saya belum pernah masuk ke kelas dosen itu satu kali pun. Ketika melihat dokumen yang dibawanya ternyata benar, masih ada satu lembar kertas lagi dan itu hasil jawaban saya. Beliau melihat hasil kerja saya benar semua, beliau pun cukup menyayangkan akan ketidakhadiran saya di mata kuliahnya padahal nilai yang sudah didapat jika dilengkapi dengan absen yang penuh akan menghasilkan nilai yang bagus.

Dibuatlah kesepakatan oleh beliau dan itu pun hasil dari perhitungan beliau sepertinya, bahwa jika saya bisa mendapatkan hasil yang sama di ujian berikutnya maka saya bisa mendapatkan nilai yang cukup bagus meski nilai softskill tetap jelek setidaknya itu menutupi. Saya senang sekali mendapatkan jalan keluar itu.

Singkat cerita setelah saya mempelajari materi yang sudah saya dapatkan dari teman-teman, saya siap untuk ujian. Sayangnya materi yang diujikan itu agak berbeda dengan yang sudah dipelajari, teman-teman yang selalu hadir pun atau yang pernah hadir pun dibuat pusing oleh soal itu apalagi saya.

Saya sudah berusaha dan sudah saya pasrahkan semuanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kalau memang mengulang adalah yang terbaik, juga cambuk untuk kelalaian saya, saya akan menerima itu. Tidak tenang rasanya sebelum hasil ujian itu keluar, belum lagi ketika saya akan melihat hasil nilai hampir semuanya berketerangan "bloked" saya baru ingat kalau saya mendapatkan masalah ketika mengisi edom untuk penilaian para dosen sedangkan saya waktu itu kehabisan kuota dan waktu yang ditentukan sudah lewat.

Lagi-lagi saya mendapatkan kesusahan harus bertemu dengan pihak kampus yang berwenang dalam urusan IT, keesokan harinya saya penasaran dan saya buka website kampus lagi, ternyata akses mahasiswa sudah dilancarkan semua, tidak ada hambatan bagi mahasiswa yang belum mengisi edom. Cukup degdegan juga hasilnya, tetapi ternyata nilai saya untuk mata kuliah yang dikhawatirkan untuk mengulang itu adalah B+.

Hidup itu sederhana jika kita mau berpasrah pada kehendak-Nya. Dan doa-doa jangan lupa untuk selalu dipanjatkan karena imbasnya bisa sampai sebesar yang saya rasakan ini. Saya tidak jadi mengulang. Dan pengalaman itu menjadi alasan untuk saya mengundurkan diri dari pekerjaan saya.

Meski berat karena tanggungan yang biasanya saya yang tanggung setelah saya resign tidak mampu saya tanggung lagi. Kebanggaan bapak dan Mama mempunyai anak yang bisa kuliah sambil bekerja. Teman-teman seperjuangan yang amat saya sayangi. Semua itu tetap mengantarkan saya pada keputusan untuk berhenti bekerja. Meski nanti belum terbiasa tak mendapat uang dengan jumlah yang cukup besar ketika awal bulan, saya berkesimpulan lain bahwa mungkin ini adalah salah satu jalan untuk saya bisa memperhatikan hobbi saya kembali, cita-cita lebih tepatnya yakni mempunyai pekerjaan yang hanya harus menulis dan membaca setiap hari.

Dan kepikiran menghidupkan blog itu setelah resign kemarin itu, setelah lihat ada lowongan jadi penulis artikel di lingkarpenulis, dan pengejaran deadline lomba menulis novel bakbuk.id kemarin malam.

Dan menjadi lebih matang setelah beberapa malam yang lalu dihadapkan dengan ketidakmampuan menulis beberapa lembar lagi sebelum deadline, lalu Mama bilang kalau rezeki tidak akan kemana. Kepikiran saja untuk menulis lagi di blog.

Meski ternyata deadline tadi malam batal menjadi keesokan malamnya. Setelah ashar sebelum deadline, naskah sudah dikirimkan, saya kembali merapikan buku-buku yang sempat berserakan kemarin karena pengaruh deadline. Sedang kasur masih berantakan saja. Baru keluar rumah sedari kemarin. Mencari angin walau sekadar membonceng adik dengan sepeda barunya beberapa puluh meter.

Awal-awal ketika menulis jurnal kalau kehabisan kata ya kelebihan kata, mengingat instagram membatasi karakter pada kata. Dan saya rasa, saya butuh ruang yang lebih panjang lagi untuk mengembangkan ide-ide ini.

Sudah ada beberapa judul yang akan diangkat. Tetapi ya itu dia keberadaan dan ketiadaaan kuota sama-sama masalah untuk saya. Keberadaannya membuat saya susah beralih ketika mengecek satu per satu aplikasi yang ada di gawai namun ketiadaannya dibutuhkan sekali untuk sekadar searching ketika ada materi yang butuh diyakinkan untuk menulis.

Keduanya sedang dicoba untuk dimaksimalkan karena yang terpenting adalah tetap menulis dan memperbaiki kekurangan yang ada tiap kali menulis. Berkarya, berlatih, dan berpartisipasi, karena ternyata berharap kepada hadiah itu kalau saya, jadi tidak menulis dengan hati.

Dan strategi yang digunakan untuk mengefisienkan atau lebih tepatnya mengistiqamahkan pembuatan dan pengiriman tulisan di blog ini adalah perjalanan saya dari rumah ke kampus atau dari kampus ke rumah yang menghabiskan waktu cukup lama sehingga bisa saya pergunakan untuk menulis di memo gawai, memetik inspirasi dari tiap-tiap peristiwa yang saya lintasi dengan posisi di angkutan umum yang saya sukai, yakni di pinggir jendela.

Tulisan ini merupakan pengembangan dari jurnal hari ke-73 di instagram (@nuraenieaswari) diperkenankan untuk mampir kesana walau hanya sekadar membaca satu sampai dua cerita.

Salam.

Mereka Yang Berkorban Ini dan Itu

Mereka Yang Berkorban Ini dan Itu
Sungguh pengorbanan itu tiada yang mudah, pun kalau mudah mungkin artinya berbeda. Kepada yang baru berkunjung ke blog ini, jadi saya bekerja di salah satu Rumah Sakit Umum Swasta, pekerjaan saya menginput tindakan dokter yang dilakukan kepada pasien.

Dari ratusan pasien yang selalu datang tiap harinya, beberapa dari mereka hadir sebagai perbaikan untuk diri saya. Dari mulai yang biasa saja, emosian, khawatiran, bingungan, yang tua, yang muda, semuanya selalu meninggalkan kesan dan pesan untuk menegur kepribadian saya.

Baru saja kemarin saya lihat teman kerja saya yang baru dihadapkan dengan pasien yang tidak sabaran, sungguh itu sangat tidak mengenakan sekali. Pelajaran yang bisa kami ambil adalah ternyata tingkat pendidikan yang tinggi tidak dapat melahirkan kelembutan hati yang tinggi pula. Serendah apapun tingkat pendidikan kita di hadapan manusia, yang memiliki kelembutan hatilah yang akan dihampiri orang banyak.

Tiap hari selasa, rabu, dan kamis jika memang bertepatan saya mendapatkan shift pagi, saya akan bertugas di gedung baru untuk menjadi billing pasien psikiatri. 

Dan saya juga baru tahu kalau tidak semua pasien yang berkonsultasi kepada dokter psikiatri itu benar-benar terganggu jiwanya sampai histeris atau bagaimana, saya melihatnya, mereka itu hanya butuh untuk didengar, itu saja.

Terkadang diantara mereka ketika setelah selesai berkonsultasi kepada dokter, mereka kembali menceritakan apa-apa yang diucapkannya di dalam dan saya cukup senang untuk mendengarnya.

Seorang ibu yang seharusnya sudah menimang cucu atau bahkan menyaksikan kesuksesan anaknya, ia dengan tegar menerima keterbatasan anaknya, jika saya menjadi seorang ibu dan dihadapkan dengan ujian semacam itu, barangkali belum tentu saya bisa sekuat beliau, begitu juga dengan ibu saya di rumah, tidak sanggup sepertinya menanggung beban seperti itu.

Saya selalu melihat pukul berapa beliau daftar dan tidak pernah  saya lihat beliau berada di antrian lebih dari ke lima. Beliau datang bersama putranya yang sakit itu sehabis subuh untuk bisa mendapatkan nomor antrian lebih dahulu. 

Dan saya melihat itu bukan pengorbanan yang mudah tentunya, meski saya tidak tahu apakah ibu itu masih memiliki seorang anak yang dapat menjadi penerus di keluarganya atau tidak.

Berbeda lagi cerita, seorang bapak yang saya lihat selalu menunggu di luar rumah sakit sebelum dokter datang. Saya tidak tahu yang mana anaknya yang katanya sakit itu, karena setiap berkonsultasi bapak itu datang seorang diri, dari data rekam medis yang saya lihat usia anaknya baru saja enam belas tahun, bahkan usia semuda itu tidak menutup kemungkinan seseorang mengalami stress atau apapun itu.

Dengan berbagai kisah yang saya dengar dan dari orang yang berbeda-beda pula. Saya jadi ingin menulis ini, tentang pengorbanan. Mereka yang berkorban ini dan itu selalu dibersamai dengan harapan di belakang mereka, harapan diberi kesembuhan untuk anak-anaknya misalnya. 

Mereka bisa berharap apapun, semuanya, meski mereka tahu dan yang akan mereka temui terakhir kali pada harapan itu adalah tetap bersama anaknya dan bisa mengurusnya dengan baik.

Bahkan diantara mereka ada yang berdiri tanpa harapan tetapi mereka bisa tegar, tetap menjalani semuanya, mereka sudah memasrahkan semuanya kepada Allah atas apa yang sudah dilakukannya besar ataupun kecil.

Dan menurut saya ini termasuk tawakal yang luar biasa. Mereka yang tawakal sudah memiliki kesabaran tingkat tinggi, sedikit sekali melihat mereka bermuka masam atau bahkan sampai memerah wajahnya.

Kita tidak pernah tahu apa yang dikorbankan oleh orang lain untuk kita. Dikarenakan ketidak-tahuan itulah kita usahakan untuk tetap tersenyum kepada siapapun, siapapun yang memang menurut kita layak untuk disenyumi karena kita akan malu sekali melihat pengorbanan mereka untuk kita.

Kita diberi hak untuk menunjukkan ego kita, sayangnya tidak pada semua masalah kita harus menunjukkan ego itu. Dipikirkan juga akibat yang akan muncul jika kita hanya memikirkan ego kita atau walau sekadar menunjukkannya.

Saya pun masih belajar untuk itu, karena mengalah untuk kemenangan itu tidak sekeren kata-katanya, apalagi jika mengurusi sesuatu yang tidak dapat dipastikan keuntungan apa yang akan dihasilkan jika sesuatu itu diperjuangkan.

Intinya kita harus sama-sama belajar untuk ini. Menghargai orang-orang yang berkorban untuk kita, menghargai orang-orang yang tak menghargai pengorbanan kita, menghargai siapapun karena penghargaannya adalah kita yang tampak lebih baik di hadapan mereka juga mudah-mudahan menjadi pahala yang Allah ridha memberikannya kepada kita. Insya Allah.