Sebelum saya menceritakan suka-duka saya kemarin ketika berpartisipasi dalam lomba menulis novel yang diadakan oleh bakbuk.id akan saya sampaikan dulu bahwa biasanya standar umum halaman untuk novel dari penerbit adalah 100-150 lembar bahkan ada juga yang membatasi lebih dari itu mengingat novel-novel luar negeri yang sangat tebal.
Nah, sedangkan jumlah halaman yang disyaratkan oleh bakbuk.id ini adalah 60-120 halaman saja, tidak diperbolehkan untuk kurang ataupun lebih. Sehingga bisa diselesaikan dalam waktu minimal meski sebenarnya menulis enam puluh lembar dalam waktu lima hari itu berat sekali.
Setelah di tulisan sebelumnya saya menyampaikan bahwa di akhir Februari kemarin, saya resmi mengundurkan diri dari tempat saya bekerja. Qadarullah, ketika itu saya menyusuri satu per satu dokumen gambar di galeri gawai, folder regrann yang berisi gambar-gambar yang sebelumnya sudah saya ambil dari instagram menunjukkan poster lomba yang sebenarnya saya pun lupa kapan saya menyimpannya.
Kesibukan bekerja dan kuliah membuat saya tak pernah mengikuti lomba menulis lagi. Namun ketika ada poster-poster lomba biasanya saya akan menyimpannya barangkali ternyata saya punya waktu untuk mengikutinya. Sayangnya ya begitu, saya akan melihat poster itu ketika deadline sudah berakhir dari kapan hari.
Padahal sebelum saya memiliki dua rutinitas itu, tak pernah saya lewatkan lomba-lomba menulis yang hampir tiap minggunya pasti ada deadline. Perlombaan yang akan mendapati batas akhir cukup lama, sudah saya catat dan saya rencanakan juga cerita apa yang akan saya buat. Sungguh, dengan sebegitu banyaknya pengorbanan yang sudah dilakukan (menurut saya) tidak pernah sekalipun saya memenangkan lomba, paling bagus ya sampai masuk ke jajaran penulis terpilih.
Bagi teman-teman yang seusia saya atau beberapa tahun di bawah saya atau seatas saya juga lah beberapa tahun pasti pernah melewati masa dimana penerbitan indi menjamur sekali di media sosial, khususnya facebook. Dan biasanya naskah cerita pendek yang perlukan banyak sekali untuk mencetak sampai beberapa buku dengan tema yang sama, dan mungkin itu alasannya mengapa naskah saya bisa menjadi naskah terpilih.
Mari kita lanjutkan. Saya sudah resign dan rutinitas saya ke kampus setiap pagi, nyambil jualan mie instan (instagram: @indomieapapwk) yang sesuka hati saya kapan mau jualannya, yang pasti ketika ada yang pesan langsung saya buatkan. Waktu saya yang cukup banyak luangnya akhirnya membuat saya semakin melakukan hal-hal kurang penting dan cukup diulang-ulang, buktinya saya menemukan poster lomba yang sudah saya simpan jauh-jauh hari.
Sayangnya saya menemukan poster itu lima hari sebelum batas akhir pengumpulan naskah. Temanya tentang cinta, dan saya merasa saya tidak mau menulis cerpen, saya maunya novel. Sedangkan saya belum ada persiapan sama sekali waktu itu.
Meski lagi-lagi sebenarnya saya sering mengebut untuk menulis, satu malam bahkan satu jam, sebagaimana dahulu ketika saya mendapati shift tiga, jam 11 malam saya baru posting jurnal365 di instagram untuk hari itu.
Lalu saya ingat waktu itu bersama rekan kerja saya yang biasa saya panggil teh Agnis bercerita tentang kehadiran beliau ke salah satu acara yang dimana sang pengisi acara menceritakan sebuah kisah. Ketika saya ingat kisah itu, saya langsung berpikir bahwa dari kisah itu ada yang bisa saya ambil untuk judul sekaligus isi novel yang akan saya buat.
Sempat waktu itu ingin menulis cerita itu di wattpad tetapi ya itu dia, tidak ada waktu tenang untuk menulis sampai akhirnya ide terbengkalai begitu saja. Saya pun kembali mengingat-ingat adegan apa yang pernah saya pikirkan untuk cerita ini bahkan saya tambahkan juga sehingga menjadi cerita di luar dugaan saya.
Semangat menulis selama dua hari membuat kelelahan di hari berikutnya. Mogoklah saya di hari ketiga, merasa ada waktu juga untuk berleha-leha, kan masih ada dua hari lagi. Padahal pada awalnya waktu lima hari itu akan saya pakai untuk menulis tiga sampai empat hari yang pokoknya di hari kelima cerita sudah selesai dan saya sudah siap mengedit lalu mengirim naskah.
Malangnya, saya baru menyadari kalau ternyata saya salah memaknai. Beberapa kali ikut lomba jika waktu yang tertera yakni tanggal tersebut lalu diikuti dengan jamnya maka pengumpulan itu di hari tersebut kan, nah lomba kali ini berbeda ternyata maksud dari tanggal tersebut dengan jam 00.00 itu maksudnya jikalau naskah diterima pada jam 00.01 ya sudah tidak bisa.
Itu artinya waktu saya menulis novel tinggal satu hari lagi, bukan dua hari, itupun dengan meniadakan satu hari khusus untuk mengedit. Parah itu kalau menurut saya, bayangkan saja hari itu saya pulang kuliah setelah dzuhur, menerima pesanan sampai sekitar pukul dua siang. Maka saya baru menulis di jam-jam itu, menulis dalam satuan waktu jam, dengan tumpukan ide yang belum dituangkan semua, mengingat jumlah halaman yang masih 28 lembar waktu itu. Sedangkan target yang saya ambil adalah 60 lembar dan itu sudah menjadi target minimal.
Kepala saya sudah pusing. Lagi-lagi saya meminta teman-teman untuk membayangkan, dari bab ke bab setiap permasalahan itu pastinya berbeda-beda dan saya harus secepat itu berganti suasana, belum lagi memikirkan ini cerita akan dibawa kemana. Waktu terpotong untuk shalat ashar, makan, minum, dan sampai magrib ternyata saya baru saja menulis sembilan lembar setelah dibuat pusing oleh cerita itu. Jadi 28 lembar ditambah 9 lembar, baru 37 halaman dari 60 halaman.
Jika dalam waktu empat jam saja saya hanya mampu menambah naskah sembilan lembar maka untuk mencapai 60 lembar kurang lebih saya butuh tiga kali empat jam lagi untuk bisa mencapai target halaman. Sedangkan jam 00.00 itu hanya tinggal setengah putaran lagi. Jika sebelumnya saya masih bisa berlambat-lambat untuk mengetik, maka di waktu yang tersisa itu saya berusaha untuk tidak banyak berpikir, ada ide langsung tulis - ada ide langsung tulis.
Waktu terus berjalan, jam sepuluh, saya bilang dalam hati bisa kok tinggal beberapa belas lembar lagi kalau tidak salah saat itu (padahal dari magrib saja sampai jam 10 itu baru menulis sejumlah itu).
Hingga jam setengah sebelas saya menyerah. Mama saya yang sudah tidur pun terbangun karena bapak yang baru pulang, melihat saya akhir-akhir ini tidur menjelang subuh dan tahu juga sebenarnya Mama kalau saya sedang ada deadline lomba malah sebelumnya Mama bilang kalau anaknya ini kembali lagi seperti itu, sibuk dengan deadline-deadline lomba.
Tinggal enam lembar waktu itu, tetapi saya bingung, kalimat apa lagi yang harus saya tulis dengan waktu yang tersisa itu. Sementara hati dan pikiran saya sudah menolak untuk melanjutkan. Saya bilang ke Mama kalau saya batal ikut lomba, kenapa bilang karena memang sebelumnya pun saya jarang keluar rumah ditambah mengejar deadline lomba ini saya sama sekali tak keluar rumah, tetangga dan saudara yang kebetulan rumahnya dekat menanyakan keberadaan saya yang Mama jawab sedang ada tugas menulis puluhan lembar, saya mendengar itu di dalam rumah.
Dan namanya orangtua pastinya mendukung-mendukung saja ya apa yang dimau anaknya. Bahkan Mama memberikan semangat, Mama masih ingat saja cerita kemenangan saya mengikuti lomba menulis essay untuk Tol Cikapali yang sampai ada pembagian hadiahnya segala di Cirebon juga ada uang pembinaannya padahal beberapa hari sebelum batas pengumpulan naskah untuk lomba itu saya bersedih hati sekali gagal ikut karantina karena lomba Sirung Sunda untuk Carita Pondok itu saya hanya mendapat posisi kedua tetapi namanya juga rezeki, Allah yang mengaturnya dan tiap-tiap hamba-Nya sudah dijamin untuk itu.
Mama pun kembali mengingatkan peristiwa itu yang kalau memang lomba ini bukan milik saya ya berarti memang bukan milik saya. Cukup lega juga mendapat jawaban dari Mama, saya menyiapkan makan malam untuk bapak yang baru pulang sambil menulis untuk jurnal yang akan diunggah sebelum malam berganti hari. Setelah itu mengedit gambar seperti biasanya sebagai pelengkap ketika mengunggah jurnal nanti.
Dan sedari sebelumnya pun sudah ada kekhawatiran, malam ini saya akan menghadapi dua deadline tulisan. Kalau sampai saya terlambat mengunggah jurnal maka project jurnal365 saya di tahun ini gagal.
Namun jika waktu untuk menulis novel dipotong lagi dengan harus menulis jurnal, hal itu semakin menjauhkan saya dari harapan saya bisa ikut berpartisipasi dalam lomba. Mengapa saya seperti mengutamakan berpartisipasi daripada hadiah, karena hadiah itu hanya akibat dari saya ikut berpartisipasi sedangkan jika sampai ikut berpartisipasi bahagianya ada di sanubari dibersamai dengan rasa bangga sudah mampu memenuhi tantangan kepada diri sendiri.
Saya pun mencari obat untuk menyembuhkan penyesalan di hati saya juga mencari pembenaran bahwa apa yang saya lakukan ini adalah benar dan keputusan ini adalah keputusan yang memang pas untuk saya ambil. Saya sudah memikirkan perkembangan naskah ini berikutnya, lalu sebelum menyerahkan ke penerbit yang saya suka, saya unggah terlebih dahulu di wattpad sebagai penggoda. Yakin saya kalau resolusi saya untuk menerbitkan buku akan tercapai.
Ketinggalan: Saya biasa kuliah pagi dan sore di hari Senin, Selasa dan Kamis untuk bisa mendapatkan hari libur di hari Rabu, Jumat, Sabtu, Minggu. Tetapi hari itu saya memutuskan untuk melewatkan dua mata kuliah yang seharusnya saya ambil untuk mengejar target ini meski langsung ditampar keras dengan deadline yang saya anggap sebagai deadline dadakan.
Materi jurnal hari itu tentunya ada kaitannya dengan suka-duka mengikuti lomba. Saya tag bakbuk.id juga admin yang sudah membantu saya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai lomba. Ternyata beliau merespon dan mengatakan bahwa batas akhir pengumpulan naskah diundur menjadi besok malam, saya senang sekali melihat tulisan itu di kolom komentar. Padahal sebelumnya pun saya sudah berharap kalau deadline akan dibatalkan melalui postingan atau cerita. Tapi yang saya lihat masih sama, cerita-cerita terbaru hanya tentang guyonannya, tetapi ketika sekarang saya lihat lagi, ternyata guyonan itu pengantar dari dibatalkannya deadline.
Harapan terasa mendekat kembali. Saya kembali menulis esok hari hingga halaman ke 65 sudah ditambah halaman untuk biodata narasi dan biodata resmi. Meski mendapat masalah ketika akan mengirim naskah, naskah saya terkirim sekitar pukul setengah lima sore, barulah saya bisa keluar rumah, bertemu dengan saudara dan tetangga saya setelah sejak kemarin tak keluar rumah.
Dan ketika saya membuka email esoknya ternyata naskah saya sudah mendapat balasan kemarin, sudah sampai dan akan dibaca.
Salam, terimakasih sudah membaca cerita yang sangat panjang ini. Suka dan duka memang berbeda namun terkadang mereka datang satu paket.